Definisi Asma
The American Thoracic Society (1962):
adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil suatu pengobatan.
adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil suatu pengobatan.
McFadden ( 1991):
Asma merupakan penyakit inflamasi yang menyerang jalan
napas yang kecil. Keadaan ini tidak selalu reversibel dan dapat berakibat fatal.
Bronkokonstriksi menimbulkan dispnea (sesak napas) pada saat ekspirasi dan mengi serta batuk.
Penyakit Asma ditandai dengan:
l Inflamasi,
l edema,
l infiltrasi eosinofil
l Meningkatnya kepekaan saluran trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan.
l terjadi bronkospasme,
l pembengkakan mukosa
l peningkatan sekresi saluran nafas, yang dapat hilang secara spontan atau dengan pengobatan.
l Produksi mukus berlebih dan dapat membentuk sumbatan yang akan menimbulkan obstruksi jalan napas.
Penyakit asma merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi.
Gejala klinik yang klasik berupa:
l batuk,
l sesak nafas, dan
l mengi (wheezing), serta bisa juga disertai
l nyeri dada.
Serangan asma umumnya berlangsung singkat dan akan berakhir dalam beberapa menit sampai jam, dan setelah itu penderita kelihatan sembuh secara klinis. Pada sebagian kecil kasus terjadi keadaan yang berat, yang mana penderita tidak memberikan respon terhadap terapi (obat agonis beta dan teofilin), hal ini disebut status asmatikus.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Keadaan hipoksia pada penyakit asma jika tidak segera diatasi akan memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa:
* abortus,
* persalinan prematur, dan
* berat janin yang tidak sesuai dengan umur kehamilan.
SISTEM PERNAPASAN SELAMA KEHAMILAN
Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan yang disebabkan oleh perubahan hormonal dan faktor mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan uterus.
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Pada asma terdapat penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan oleh spasme otot polos saluran nafas, edema mukosa dan adanya hipersekresi yang kental.
Penyempitan ini akan menyebabkan:
- gangguan ventilasi (hipoventilasi),
- distribusi ventilasi tidak merata dalam sirkulasi darah
- pulmonal dan gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
- akhirnya akan berkembang menjadi hipoksemia,
hiperkapnia dan asidosis pada tingkat lanjut.
Timbulnya serangan asma disebabkan:
Terjadinya reaksi antigen antibodi pada permukaan sel mast paru, yang akan diikuti dengan pelepasan berbagai mediator kimia untuk reaksi hipersentifitas cepat. Terlepasnya mediator-mediator ini menimbulkan efek langsung cepat pada otot polos saluran nafas dan permiabilitas kapiler bronkus.
Mediator yang dilepaskan meliputi:
bradikinin, leukotrien C,D,E, prostaglandin PGG2, PGD2a, PGD2, dan tromboksan A2.
Mediator-mediator ini menimbulkan reaksi peradangan dengan bronkokonstriksi, kongesti vaskuler dan timbulnya edema, di samping kemampuan mediator-mediator ini untuk menimbulkan bronkokontriksi, leukotrien juga meningkatkan sekresi mukus dan menyebabkan terganggunya mekanisme transpor mukosilia.
PENGARUH PERUBAHAN HORMONAL SELAMA KEHAMILAN
Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan keadaan tidak hamil dan mengalami perubahan selama perjalanan kehamilan. Perubahan-perubahan ini akan memberikan pengaruh terhadap fungsi paru.
Progesteron memberikan pengaruh awal dengan meningkatkan sensitifitas terhadap CO2, yang menyebabkan terjadinya hiperventilasi ringan/dispnea selama kehamilan. Lebih lanjut dapat dilihat adanya efek relaksasi otot polos. Pengaruh total progesteron selama kehamilan karena peningkatannya yang mencapai 50-100 kali dari keadaan tidak hamil.
Selama kehamilan kadar estrogen meningkat. Estrogen memberikan pengaruh terhadap asma selama kehamilan.dengan menurunkan klirens metabolik glukokortikoid sehingga terjadi peningkatan kadar kortisol.
.
Selama kehamilan kadar estrogen meningkat. Estrogen memberikan pengaruh terhadap asma selama kehamilan.dengan menurunkan klirens metabolik glukokortikoid sehingga terjadi peningkatan kadar kortisol.
.
DIAGNOSIS ASMA BRONKIALE
Diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak nafas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat pula menjadi kronik sehingga keluhan berlangsung terus menerus.
Adanya riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti rinitis alergik, dan keluarga yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan penyakit asma. Selain hal-hal di atas, pada anamnesa perlu ditanyakan mengenai faktor pencetus serangan.
Adanya riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti rinitis alergik, dan keluarga yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan penyakit asma. Selain hal-hal di atas, pada anamnesa perlu ditanyakan mengenai faktor pencetus serangan.
PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP ASMA
Pengaruh kehamilan terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak dapat diduga. Dispnea simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai 60%-70% wanita hamil, bisa memberi kesan memperberat keadaan asma.
Wanita yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, tampaknya akan mengalami asma yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan asma yang lebih ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan asma yang sama pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Wanita yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, tampaknya akan mengalami asma yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan asma yang lebih ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan asma yang sama pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN
Pengaruh asma terhadap kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya asma tersebut. Asma terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir kehamilan, beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, kelahiran prematur, janin dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus. Beratnya derajat serangan asma sangat mempengaruhi hal ini, terdapat korelasi bermakna antara fungsi paru ibu dengan berat lahir janin. Angka kematian perinatal meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan asma dibandingkan kelompok kontrol.
KOMPLIKASI PENYAKIT ASMA
l Hipoksia, dapat menyebabkan:
- perkembangan janin terganggu
- retardasi pertumbuhan intrauteri
- gawat janin
- kematian janin
l Retensi Karbondioksida dan kerja pernapasan begitu meningkat
l Serangan asma yang akut
Kejadian ini dapat menimbulkan kematian pada ibu dan janinnya.
Penatalaksanaan Asma
Tujuan:
untuk mengendalikan gejalanya dan menghindari komplikasinya bagi wanita yang hamil maupun tidak hamil.
Tujuan ini dicapai dengan cara :
l menghindari faktor-faktor pemicu
l melakukan pemantauan
l melaksanakan intervensi farmakoterapi
Pengobatan asma sebaiknya lewat Inhalasi Aerosol. Preparat aerosol akan menurunkan jumlah obat yang ada dalam sirkulasi sitemik, sehingga efek samping pada ibu maupun janin dapat dikurangi.
Obat-obat anti asma yang sering digunakan :
Golongan obat yang penting dalam pengobatan Asma adalah:
Bronkodilator:
l Agonis adrenoreseptor beta, misalnya Epineprin,Salbutamol, Terbutalin.
l Metilsantin, misalnya teofilin
l Antimuskarinik/Antikolinergik, misalnya Ipratropium
Antiinflamasi:
l Kromon, misalnya Kromoglikat, nedokromil
l Kortikosteroid, glukokortikoid, misalnya beklometason, prednisolon
l Antagonis reseptor leukotrien (tidak dianjurkan pada kehamilan)
Di samping itu terdapat obat-obat lain yang sering digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita asma seperti ekspektoran dan antibiotik.
1. Agonis adrenoreseptor beta (Beta adrenergik agonis)
Dalam golongan ini epinefrin merupakan obat yang paling sering digunakan.Epinefrin menstimulasi reseptor beta-2 menyebabkan bronkodilatasi, tetapi juga menstimulasi reseptor alfa dan beta-1 yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi perifer dan takikardia baik pada ibu maupun janin, juga menyebabkan fetal distres, ini merupakan kelemahan teoritis penggunaan epinefrin dalam kehamilan, untungnya epinefrin mempunyai waktu paruh pendek dan belum ada laporan yang menunjukkan adanya efek jangka panjang terhadap janin pada penggunaannya dalam kehamilan
Terbutalin dan Salbutamol merupakan beta agonis yang sering digunakan untuk terapi tokolitik (menurunkan kontraktilitas uterus) pada persalinan prematur.
2. Methylxanthine (Teofilin)
Teofilin dengan berbagai garamnya termasuk dalam golongan ini. Mekanisme teofilin menimbulkan bronkodilatasi tidak jelas, diduga melalui inhibisi kompetitif terhadap enzim fosfodiesterase, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar siklik AMP karena degradasinya yang menurun. Aminofilin merupakan suatu garam dietileniamin dari teofilin dan merupakan satu-satunya obat golongan xanthin yang dapat diberikan secara parenteral
3. Anti Kolinergik
Obat antikolenergik seperti atropin sulfat dapat memberikan efek bronkodilatasi ada penderita asma, tetapi penggunaannya menjadi terbatas karena efek samping yang tidak diinginkan. Golongan antikolinergik yang lebih sering digunakan adalah ipratropium bromida, terbukti efektif dan kurang menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
4. Cromolyn Sodium
Cromolyn sodium bukan merupakan bronkodilator, efek terapeutik utamanya adalah inhibisi terhadap degranulasi sel mast, sehingga mencegah terjadinya pelepasan mediator kimia untuk reaksi anafilaksis. Cromolyn berguna baik untuk asma alergik maupun non alergik
5. Glukokortikoid
Kortikosteroid digunakan sejak lama untuk pengobatan asma. Kortikosteroid bukan merupakan bronkodilator, tetapi bermanfaat dalam mengarungi inflamasi pada saluran napas. Umumnya disepakati memberikan steroid seawal mungkin pada penderita dengan serangan asma akut berat. Pemakaian kortikosteroid selama kehamilan tidak menyebabkan meningkatnya resiko komplikasi baik pada janin maupun ibu.
Adapun usaha penanganan penderita asma kronik meliputi :
1. Bantuan psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan
memperburuk perjalanan klinis penyakit,karena keadaan gelisah dan stres
dapat memacu timbulnya serangan asma.
2. Menghindari alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma
3. Desensitisasi atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa
adanya peningkatan resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus,
kematian neonatus, dan malformasi kongenital, akan tetapi efek terapinya
terhadap penderita asma belum diketahui jelas.
4. Diberikan dosis teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam
plasma antara 10-22 mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara
200-600 mg tiap 8-12 jam.
5. Dosis oral teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan
yang lainnya.
6. Jika diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari,
atau beta agonis lainnya.
7. Tambahkan kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat
gunakan prednison dengan dosis sekecil mungkin.
8. Pertimbangan antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi
saluran nafas atas.
9. Cromolyn sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan
asma, dengan dosis 20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan
Dalam menghadapi ibu hamil dengan serangan asma akut, harus secara cepat dinilai beratnya serangan, jika berat perlu dipertimbangkan perawat diruang unit perawatan intensif dengan tetap memonitor keadaan janin dalam kandungan.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut:
- Pemberian oksigen yang telah dilembabkan, 2-4/menit, pertahankan pO2 70-80 mmHg. Janin sangat rentan terhadap keadaan hipoksia.
- Hindari obat-obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin. Tenangkan penderita Berikan cairan intravena, biasanya penderita mengalami kekurangan cairan, cairan yang digunakan biasanya ringer laktat atau normal saline.
- Berikan aminofilin dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8-1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10-20 mikrogram/ml.
- Jika diperlukan pertimbangan penggunaan terbulatin subkutan dengan dosis 0,25 mg
5. Berikan steroid : hidrokortison secara intravena 2 mm/kgBB loading dose,
tiap 4 jam atau setelah loading dose dilanjutkan dengan infus 0,5
mg/kgBB/jam
6. Pertimbangan penggunaan antibiotika jika ada kecurigaan infeksi yang
Menyertai.
7. Intubasi dan ventilasi bantuan, jarang dibutuhkan kecuali pada kasus-kasus
yang mengancam kehidupan.
8. Serangan asma berat yang tidak memberikan respons setelah 30-60 menit
dengan terapi infeksi (obat agonis beta & teofilin) disebut status asmatikus,
pada keadaan ini penderita ini harus ditangani di unit perawatan intensif
Selama kehamilan pertimbangan untuk intubasi lebih awal diperlukan jika
fungsi pernapasan ibu terus menurun, meskipun dilakukan penanganan yang
intensif. Melakukan intubasi dan ventilasi mekanis.
Penanganan asma dalam persalinan
Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu intervensi obstetri awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan ultra-sonografi dan parameter-parameter klinik, khususnya pada penderita-penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen, karena mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan janin. Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya dibenarkan untuk alasan obstetrik.
Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 I/menit, maka persalinan harus berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani komplikasi pernapasan yang berat; peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.
Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus diteruskan, ibu yang sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid harus hidrokortison 100 mg intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan.
Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 I/menit, maka persalinan harus berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani komplikasi pernapasan yang berat; peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.
Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus diteruskan, ibu yang sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid harus hidrokortison 100 mg intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan.
Bila mendapat serangan akut selama persalinan, penanganannya sama dengan penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah diuraikan di atas.
Penanganan asma post partum
Penanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan. Perjalanan dan penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis setelah post partum. Pada wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi yang berkaitan dengan penyakitnya ini.
Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah yang diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam setelah pemberian, seperti halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam air susu ibu masih dalam konsentrasi yang belum mencukupi untuk menimbulkan pengaruh pada janin.
Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah yang diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam setelah pemberian, seperti halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam air susu ibu masih dalam konsentrasi yang belum mencukupi untuk menimbulkan pengaruh pada janin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar