Sabtu, 12 Maret 2016

Kumpulan Puisi Chairil Anwar


Chairil Anwar,
Siapa yang tidak kenal dengan orang yang satu ini.. 

Chairil Anwar yang terkenal dengan julukan "si Binatang Jalang" merupakan salah satu sastrawan yang dinobatkan H.B. Jassin kedalam golongan sastrawan pelopor 45. Chairil Anwar lahir di Medan, 26 Juli 1922. Ia merupakan putra mantan Bupati Indragiri Riau, dan masih memiliki ikatan keluarga dengan Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir.

Ia bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang kemudian dilanjutkan di MULO, tetapi tidak sampai tamat. Walaupun latar belakang pendidikannya terbatas, Chairil menguasai tiga bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman. Ia mulai mengenal dunia sastra di usia 19 tahun, namun namanya mulai dikenal ketika tulisannya dimuat di Majalah Nisan pada 1942. Setelah itu, ia menciptakan karya-karya lain yang sangat terkenal bahkan sampai saat ini seperti "Krawang Bekasi" dan "Aku". Wanita adalah dunia kedua pria flamboyan ini setelah sastra. Dalam lingkup keluarga, nenek adalah orang terdekat Chairil sebelum sang ibu sendiri. 

Ketika dewasa, ia diketahui menjalin hubungan dengan banyak wanita dan Hapsah adalah satu-satunya wanita yang pernah dinikahinya walaupun ikatan suci tersebut tidak berlangsung lama. Perceraian itu dikarenakan gaya hidup Chairil yang tidak berubah bahkan setelah memiliki istri dan anak. Pernikahan tersebut menghasilkan seorang putri yang bernama Evawani Chairil Anwar yang sekarang berprofesi sebagai notaris. Belum genap 27 tahun, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang penyebab kematiannya, namun satu hal yang pasti adalah ia mengidap TBC disinyalir menjadi sebab kepergiannya. 

Walaupun hidupnya di dunia sangat singkat, Chairil Anwar dan karya-karyanya sangat melekat pada dunia sastra Indonesia. Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Sebagai tanda penghormatan, dibangun patung dada Chairil Anwar di kawasan Jakarta dan hari kematiannya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar oleh para pengagumnya. 

Berikut ini adalah beberapa karyanya yang hingga sekarang dikenal oleh para pengagum sastra :

Aku

Kalau sampai waktuku 
‘Ku mau tak seorang kan merayu 
Tidak juga kau 

Tak perlu sedu sedan itu 

Aku ini binatang jalang 
Dari kumpulannya terbuang 

Biar peluru menembus kulitku 
Aku tetap meradang menerjang 

Luka dan bisa kubawa berlari 
Berlari 
Hingga hilang pedih peri 

Dan aku akan lebih tidak perduli 
Aku mau hidup seribu tahun lagi 

Maret 1943 


Cintaku Jauh Di Pulau

Cintaku jauh di pulau, 
gadis manis, sekarang iseng sendiri 

Perahu melancar, bulan memancar, 
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. 
angin membantu, laut terang, tapi terasa 
aku tidak ‘kan sampai padanya. 

Di air yang tenang, di angin mendayu, 
di perasaan penghabisan segala melaju 
Ajal bertakhta, sambil berkata: 
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,” 

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh! 
Perahu yang bersama ‘kan merapuh! 
Mengapa Ajal memanggil dulu 
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! 

Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri. 


1946


Derai Derai Cemara

cemara menderai sampai jauh 
terasa hari akan jadi malam 
ada beberapa dahan di tingkap merapuh 
dipukul angin yang terpendam 

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi 

tapi dulu memang ada suatu bahan 
yang bukan dasar perhitungan kini 

hidup hanya menunda kekalahan 
tambah terasing dari cinta sekolah rendah 
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan 
sebelum pada akhirnya kita menyerah 

1949


Diponegoro 

Di masa pembangunan ini 
tuan hidup kembali 
Dan bara kagum menjadi api 

Di depan sekali tuan menanti 
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. 
Pedang di kanan, keris di kiri 
Berselempang semangat yang tak bisa mati. 


Doa 

kepada pemeluk teguh 

Tuhanku 
Dalam termangu 
Aku masih menyebut namamu 

Biar susah sungguh 
mengingat Kau penuh seluruh 

cahyaMu panas suci 
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi 

Tuhanku 

aku hilang bentuk 
remuk 

Tuhanku 

aku mengembara di negeri asing 

Tuhanku 
di pintuMu aku mengetuk 
aku tidak bisa berpaling 

13 November 1943 

"Sastrwan boleh saja telah tiada, tapi karyanya tidak akan pernah terkikis oleh waktu." (Raden Rofiul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar